LAPORAN PRAKTIKUM
EKOLOGI
UMUM
PERCOBAAN
X
KEANEKARAGAMAN JENIS DALAM
KOMUNITAS
NAMA : NUR SAKINAH
NIM :
H41112293
KELOMPOK : 1 (SATU) B
HARI/TANGGAL : SELASA/ 23 APRIL 2013
ASISTEN : SUWARDI
NURUL QALBY
LABORATORIUM
ILMU LINGKUNGAN DAN KELAUTAN
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS
MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS
HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
BAB
I
PENDAHHULUAN
1.1 Latar Belakang
Suatu organisme
tidak dapat hidup menyendiri, tetapi harus hidup bersama-sama dengan organisasi
sejenis atau dengan yang tidak sejenis. Berbagai organisme yang hidup di suatu
tempat, baik yang besar maupun yang kecil, tergabung dalam suatu persekutuan
yang disebut komunitas biotik. Suatu komunitas biotik terikat sebagai suatu
unit oleh saling ketergantungan anggota-anggotanya. Suatu komunitas adalah
suatu unit fungsional dan mempunyai struktur yang pasti. Tetapi srtuktur ini
sangat variabel, karena jenis-jenis komponennya dapat dipertukarkan menurut
aktu dan ruang. Komunitas biotik terdiri atas kelompok kecil, yang anggotanya
lebih akrab lagi satu sama lain, sehingga kelompok kecil itu merupakan unit yang kohesif (Rososoedarmo, 1990).
Keanekaragaman Jenis merupakan variasi organisme yang
ada di bumi. Jenis merupakan suatu organisme yang dapat dikenal dari bentuk
atau penampilannya dan merupakan gabungan individu yang mampu saling kawin di
antara sesamanya secara bebas (tetapi tidak dapat melakukannya dengan jenis
lain), untuk menghasilkan keturunan yang fertil (subur). Jenis itu terbentuk oleh kesesuaian kandungan
genetik yang mengatur sifat-sifat kebakaan dengan lingkungan tempat hidupnya.
Karena lingkungan tempat hidup jenis itu beranekaragam, jenis yang
dihasilkannya pasti akan beranekaragam pula (Campbell dkk, 2008). Untuk
mengetahui bagaimana cara menghitung dan menganalisis data dari keanekaragaman
jenis suatu komunitas pada daerah/wilayah tertentu dengan menggunakan Indeks
Simpson dan Indeks Shannon-Wiener, maka dilakukanlah percobaan ini.
1.2 Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini yaitu:
1. Untuk
mengetahui dan menentukan keanekaragaman jenis suatu komunitas dengan
berdasarkan pada indeks Simpson dan Indeks Shannon-Wiener.
2. Untuk
melatih keterampilan mahasiswa dalam menerapkan teknik-teknik sampling
organisme dan rumus-rumus sederhana dalam menghitung keanekaragaman jenis dalam
suatu komunitas.
1.3 Waktu dan Tempat Percobaan
Percobaan Keanekaragaman Jenis Dalam Komunitas ini
dilakukan pada hari Selasa,
tanggal 23 April 2013 pukul 14.30-17.30 WITA
bertempat di Laboratorium Biologi Dasar Lantai 1, Jurusan Biologi, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, Makassar, dan
pengambilan data
dilakukan di Canopy
Biologi, Universitas Hasanuddin, Makassar.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
Tanaman
dan hewan dari berbagai jenis yang hidup
secara alami di suatu tempat membentuk kumpulan yang di dalamnya setiap
individu menemukan lingkungannya yang memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam
kumpulan ini terdapat pula kerukunan untuk hidup bersama, toleransi kebersamaan
dan hubungan timbal balik yang menguntungkan sehingga dalam kumpulan ini
terbentuk suatu derajat keterpaduan. Kumpulan atau susunan dari berbagai
populasi yang tekad menyesuaikan diri dan menghuni suatu wilayah tertentu di
alam disebut komunitas. Komunitas mempunyai struktur dan fungsi di alam bahkan
dengan derajat organisme yang lebih tinggi, karena mempunyai ciri, sifat, dan
kemampuan yang lebih tinggi daripada populasi. Dalam populasi interaksi hanya
bisa dicapai antar individu, sedangkan dalam komunitas bisa antar populasi
(Odum, 1993).
Suatu organisme tidak dapat hidup
menyendiri, tetapi harus hidup bersama-sama dengan organisasi sejenis atau
dengan yang tidak sejenis. Berbagai organisme yang hidup di suatu tempat, baik
yang besar maupun yang kecil, tergabung dalam suatu persekutuan yang disebut
komunitas biotik. Suatu komunitas biotik terikat sebagai suatu unit oleh saling
ketergantungan anggota-anggotanya. Suatu komunitas adalah suatu unit fungsional
dan mempunyai struktur yang pasti. Tetapi struktur ini sangat variabel, karena
jenis-jenis komponennya dapat dipertukarkan menurut waktu dan ruang. Komunitas
biotik terdiri atas kelompok kecil, yang anggota-anggotanya lebih akrab lagi
satu sama lain, sehingga kelompok kecil itu merupakan unit yang kohesif (Wolf,
1992).
Setiap makhluk hidup
memiliki ciri dan tempat hidup yang berbeda. Melalui pengamatan, kita dapat
membedakan jenis-jenis makhluk hidup. Pembedaan makhluk hidup tanpa dibuat
berdasarkan bentuk, ukuran, warna, tempat hidup, tingkah laku, cara berkembang
biak, dan jenis makanan. Perbedaan atau keanekaragaman hayati dapat disebabkan
oleh faktor abiotik maupun oleh faktor biotik. Perbedaan keadaan udara, cuaca,
tanah, kandungan air, dan intensitas cahaya matahari menyebabkan adanya
perbedaan hewan dan tumbuhan yang hidup. Pada umumnya pola distribusi
penyebaran tumbuhan dan hewan dikendalikan oleh faktor abiotik seperti yang
telah disebutkan sebelumnya. Perubahan pada faktor abiotik dapat menyebabkan
organisme berkembang dan melakukan spesialisasi (Resosoedarmo, 1990).
Keanekaragaman jenis merupakan karakteristik tingkatan dalam komunitas
berdasarkan organisasi biologisnya, yang dapat digunakan untuk menyatakan struktur
komunitasnya. Suatu komunitas dikatakan mempunyai keanekaragaman yang tinggi
jika komunitas tersebut disusun oleh banyak spesies dengan kelimpahan spesies
sama dan hampir sama. Sebaliknya jka suatu komunitas disusun oleh sedikit
spesies dan jika hanya sedikit spesies yang dominan maka keanekaragaman
jenisnya rendah (Umar, 2013).
Keanekaragaman yang tinggi menunjukkan bahwa
suatu komunitas memiliki kompleksitas yang tinggi. Komunitas yang tua dan
stabil akan mempunyai keanekaragaman jenis yang tinggi. Sedangkan suatu
komunitas yang sedang berkembang pada tingkat suksesi mempunyai jumlah jenis
rendah daripada komunitas yang sudah mencapai klimaks. Komunitas yang memiliki
keanekaragaman yang tinggi lebih tidak mudah terganggu oleh pengaruh
lingkungan. Jadi dalam suatu komunitas dimana keanekaragamannya tinggi akan
terjadi interaksi spesies yang melibatkan transfer energi, predasi, kompetisi
dan niche yang lebih kompleks (Umar, 2013).
Keanekaragaman hayati
tumbuh dan berkembang dari keanekaragaman jenis, keanekaragaman genetis, dan keanekaragaman
ekosistem. Ketiga keanekaragaman ini saling kait-mengkait dan tidak
terpisahkan, maka dipandang sebagai satu keseluruhan (totalitas) yaitu
keanekaragaman hayati. Keanekaragaman hayati menunjukkan adanya berbagai macam
variasi bentuk, penampilan, jumlah dan sifat yang terlihat pada berbagai tingkat
gen, tingkat jenis dan tingkat ekosistem (Wolf, 1992).
Konsep
komunitas cukup jelas, tetapi seringkali dalam penentuan batas dan pengenalan
batas komunitas tidak mudah. Meskipun demikian, komponen komunitas ini
mempunyai kemampuan untuk hidup dalam lingkungan yang sama di suatu tempat dan
untuk hidup saling bergantung yang satu terhadap yang lain. Komunitas mempunyai
derajat keterpaduan yang lebih tinggi dari pada individu-individu dan populasi
tumbuhan dan hewan yang menyusunnya. Komposisi suatu komunitas ditentukan oleh
seleksi tumbuhan dan hewan yang kebetulan mencapai dan mampu hidup di tempat
tersebut, dan kegiatan komunitas-komunitas ini bergantung pada penyesuaian diri
setiap individu terhadap faktor-faktor fisik dan biologi yang ada di tempat tersebut
(Odum, 1993).
Keanekaragaman kecil terdapat pada komunitas yang terdapat pada daerah dengan lingkungan yang ekstrim, misalnya daerah kering, tanah miskin dan pegunungan tinggi. Sementara itu, keanekaragaman yang tinggi terdapat di daerah dengan lingkungan optimum. Hutan tropika adalah contoh komunitas yang mempunyai keanekaragaman yang tinggi. Ahli ekologi berpendapat bahwa komunitas yang mempunyai keanekaragaman yang tinggi, seperti dicontohkan dengan hutan itu mempunyai keanekaragaman yang tinggi itu stabil. Ada ahli yang berpendapat sebaliknya, bahwa keanekaragaman tidak selalu berarti stabilitas. Kedua pendapat ini ditopang oleh argumen-argumen ekologi yang masuk akal, masing-masing ada benarnya dan ada kelemahannya (Rososoedarmo, 1990).
Keanekaragaman kecil terdapat pada komunitas yang terdapat pada daerah dengan lingkungan yang ekstrim, misalnya daerah kering, tanah miskin dan pegunungan tinggi. Sementara itu, keanekaragaman yang tinggi terdapat di daerah dengan lingkungan optimum. Hutan tropika adalah contoh komunitas yang mempunyai keanekaragaman yang tinggi. Ahli ekologi berpendapat bahwa komunitas yang mempunyai keanekaragaman yang tinggi, seperti dicontohkan dengan hutan itu mempunyai keanekaragaman yang tinggi itu stabil. Ada ahli yang berpendapat sebaliknya, bahwa keanekaragaman tidak selalu berarti stabilitas. Kedua pendapat ini ditopang oleh argumen-argumen ekologi yang masuk akal, masing-masing ada benarnya dan ada kelemahannya (Rososoedarmo, 1990).
Habitat alami seperti
hutan, kerusakan karena faktor serangga herbivora sangat jarang terjadi. Hal
ini mungkin disebabkan karena di dalam habitat hutan jumlah serangga
karnivora lebih banyak dan keragaman
jenis serangga juga jauh lebih tinggi dan kompleks dibandingkan agroekosistem.
Pada lahan pertanian, adanya praktek pertanian memiliki pengaruh yang sangat
kuat terhadap keanekaragaman serangga (Odum, 1993).
Dalam suatu
komunitas yang terbentuk atas banyak spesies, beberapa diantaranya akan
dipengaruhi oleh kehadiran atau ketidakhadiran anggota lain dari komunitas itu.
Suatu interaksi dapat terdiri atas beberapa bentuk yang berasal dari hubungan
pisitif (berguna) sampai interaksi negative (berbahaya). Bilamana sejumlah
organisme bergantung pada sumber yang sama, persaingan akan terjadi. Persaingan
demikian dapat terjadi antara anggota-anggota spesies yang berbeda (persaingan
interspesifik) atau antara anggota spesies yang sama (intraspesifik).
Perbandingan dapat terjadi dalam makanan atau ruang. Dalam hubungan persaingan
antara dua spesies, ini dapat merupakan bentuk eksploitasi makanan yang
tersedia dalam waktu singkat, atau merupakan gangguan bilamana
organisme-organisme itu saling melukai dalam usahanya untuk mendapatkan makanan
(Wolf, 1992).
Keanekaragaman hayati
tumbuh dan berkembang dari keanekaragaman jenis, keanekaragaman genetis, dan
keanekaragaman ekosistem. Karena ketiga keanekaragaman ini saling
kait-mengkait dan tidak terpisahkan, maka dipandang sebagai satu keseluruhan (totalitas)
yaitu keanekaragaman hayati. Keanekaragaman hayati menunjukkan adanya berbagai
macam variasi bentuk, penampilan, jumlah dan sifat yang terlihat pada berbagai
tingkat gen, tingkat jenis dan tingkat ekosistem (Wolf, 1992).
Ada 6 faktor
yang saling berkait menentukan derajat naik turunnya keanekaragaman jenis
(Krebs, 1978) yaitu :
1. Waktu.
Keragaman
komunitas bertambah sejalan dengan waktu, berarti komunitas tua yang sudah lama
berkembang, lebih banyak terdapat organisme dari pada komunitas muda yang belum
berkembang. Dalam ekologi, waktu dapat berjalan lebih pendek atau hanya sampai
puluhan generasi. Skala ekologis mencakup keadaan dimana jenis tertentu dapat bertahan dalam lingkungan
tetapi belum cukup waktu untuk menyebar sampai ketempat tersebut. Keragaman
jenis suatu komunitas bergantung pada kecepatan penambahan jenis melalui
evolusi tetapi bergantung pula pada kecepatan hilang jenis melalui kepenuhan
dan emigrasi.
2.
Heterogenitas
ruang.
Semakin heterogen suatu lingkungan fisik semakin
kompleks komunitas flora dan fauna di tempat tersebut dan semakin tinggi
keragaman jenisnya. Faktor heterogenitas berlaku pada skala makro maupun mikro.
3.
Kompetisi.
Terjadi apabila sejumlah organisme (dari spesies yang
sama atau yang berbeda) menggunakan sumber yang sama ketersediaannya kurang,
atau walaupun ketersediaan sumber tersebut cukup namun persaingan tetap terjadi
juga bila organisme-organisme itu memanfaatkan sumber tersebut, yang satu
menyerang yang lain atau sebaliknya.
4.
Pemangsaan.
Pemangsaan yang mempertahankan komunitas populasi dari
jenis bersaing yang berbeda dibawah daya dukung masing-masing selalu
memperbesar kemungkinan hidup berdampingan sehingga mempertinggi keragaman,
apabila intensitas dari pemengsaan terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat
menurunkan keragaman jenis.
5.
Kestabilan iklim.
Makin stabil keadaan suhu, kelembaban, salinitas, pH
dalam suatu
6.
Produktifitas
Merupakan
syarat mutlak untuk keanekaragaman yang tinggi.
Keenam faktor ini
saling berinteraksi untuk menetapkan keanekaragaman jenis dalam komunitas yang
berbeda. Keanekaragaman spesies sangatlah penting dalam menetukan batas
kerusakan yang dilakukan terhadap sistem alam akibat turut campur tangan
manusia (Michael, 1995).
BAB III
METODE PERCOBAAN
III.1 Alat
Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah alat tulis menulis, dan patok
III.2 Bahan
Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah tali rafia
atau meteran, organisme tumbuhan atau hewan dan areal yang akan diamati
III.3 Cara Kerja
Cara kerja dari percobaan ini adalah :
1. Dipilih suatu
areal komunitas yang akan diamati.
2. Dibentangkan
tali rafia secara lurus sepanjang 30 meter
3. Dilakukan
pengamatan areal dengan metode jalur berpetak dimana dibentuk plot sebesar 10 x
10 meter sebanyak tiga kali. Dalam plot 10 x 10 meter dibentuk lagi plot 5 x 5
meter dan di dalam plot 5 x 5 meter dibentuk lagi plot 1 x 1 meter. Plot 10 x
10 meter dibentuk secara zig-zag di sepanjang tali rafia yang dibentangkan.
4. Dihitung banyak
pohon pada plot 10 x 10 meter, semak pada plot 5 x 5 meter dan rumput pada plot
1 x 1 meter
5. Dicatat data
yang diperoleh .
BAB
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
IV.1
Hasil Pengambilan Data
Tabel 1. Data Vegetasi dengan menggunakan
metode plot berpetak
No
|
Nama
spesies
|
Family
|
Jumlah
|
1
|
Pohon
Flamboyan Delonix regia
|
3
|
|
2
|
Pohon
Bungur Lagerstroemia speciosa
|
2
|
|
3
|
Pohon
Kemiri Aleurites moluccana
|
1
|
|
4
|
Pohon
mengkudu Morinda citrifolia
|
1
|
|
5
|
Pohon
belimbing wuluh Averrhoa bilimbi
|
1
|
|
6
|
Pohom
jeruk manis Citrus sinensis
|
1
|
|
7
|
Bugenvil
Bougainvillea glabra
|
1
|
|
8
|
Rumput
gajah Pennisetum purpureum
|
73
|
|
Total
Individu
|
83
|
IV.
2 Analisis Data
IV.2.1
Indeks Keanekaragaman dengan Menggunakan Indeks Shannon-Wiener
Keanekaragaman
dapat dihitung dengan menggunakan indeks Shannon-Wiener ( Odum, 1993) dengan
rumus sebagai berikut :
H’ = - ∑ Pi ln Pi Pi =
Dimana :
H’ = Indeks Shannon-Wiener
ni = Jumlah individu spesies I
N = Jumlah total individu
H’ = - ∑ Pi ln Pi Pi =
= - { ln + ln + ln + ln + ln + ln + ln + ln
=
- ln 0,036 +
0,024 ln 0,024 + 0,012 ln 0,012 + 0,012 ln 0,012 + 0,012
ln 0,012 + 0,012 ln 0,012 + 0,012 ln 0,012
+ 0,88 ln 0,88 }
= - { - 0,129 + (-) 0,009 + (-) 0,053 + (-) 0,053 + (-)
0,053
+
(-) 0,053 + (-) 0,053 + (0,0105).
= - { - (0,129 +
0,009 + 0,053 + 0,053 + 0,053 + 0,053 + 0,053
+ 0,0105)}
= - {-(1,283)}
= 1,283
Kriteria
indeks keanekaragaman dibagi dalam 3 kategori yaitu :
H’ < 1 = keanekaragaman
rendah
1 < H’ < 3 = keanekaragaman sedang
H’ > 3 = keanekaragaman tinggi
IV.2
Indeks Dominansi dengan Menggunakan
Indeks Simpson
Indeks
dominansi dapat dihitung dengan menggunakan indeks Simpson (Odum, 1917) dengan
rumus sebagai berikut :
Ds =
∑ ( Pi )2 Pi =
I=1
Dimana :
Ds = Indeks Simpson
ni = Jumlah individu spesies I
N = Jumlah total individu
Ds = ∑ ( Pi
)2 Pi =
I=1
= ( )2 + ( ) 2+( ) 2+ ( ) 2+ ( ) 2+ ( ) 2+ ( ) 2+( ) 2
= + + + + + + +
=
=
0,776
Kriteria
indeks dominansi dibagi dalam 3 kategori yaitu :
0,01 – 0,30 = Dominansi rendah
0,31 – 0,60 = Dominansi sedang
0,61- 1,00 = Dominansi tinggi
IV.2
Pembahasan
Keanekaragaman jenis merupakan karakteristik tingkatan dalam komunitas
berdasarkan organisasi biologisnya, yang dapat digunakan untuk menyatakan struktur
komunitasnya. Suatu komunitas dikatakan mempunyai keanekaragaman yang tinggi
jika komunitas tersebut disusun oleh banyak spesies dengan kelimpahan spesies
sama dan hampir sama. Sebaliknya jka suatu komunitas disusun oleh sedikit
spesies dan jika hanya sedikit spesies yang dominan maka keanekaragaman
jenisnya rendah.
Pada percobaan
ini mengenai keanekaragaman jenis dalam suatu komunitas dilakukan pengambilan
sampel dengan metode jalur berpetak . Metode jalur berpetak digunakan dua cara untuk menghitung suatu
keanekaragaman jenis dalam suatu komunitas dan menghitung dominansi
keanekaragaman jenis suatu komunitas dengan menggunakan Indeks Simpson dan Indeks Shannon-Weiner.
Dari percobaan
yang telah dilakukan diperoleh hasil yaitu pada indeks
keanekaragaman yang dihitung dengan menggunakan indeks Shannon-Wiener
adalah H= 1,283
yang berada pada 1 < H’ < 3 artinya bahwa keanekaragaman jenis tergolong
sedang, sedangkan pada indeks dominansi dengan menggunakan indeks Simpson
diperoleh hasil yaitu Ds= 0,776 yang berada diantara 0,61 – 1,0 yang artinya
dominansi tersebut tergolong tinggi.
Kenekaragaman jenis
dalam suatu komunitas dapat disebabkan oleh beberapa faktor yang dapat
menyebabkan dominansi tumbuhan (organisme) dalam suatu komunitas, seperti
adanya gangguan biotik dan tingkat suksesi dan kestabilan komunitas, karena
suatu komunitas dikatakan mempunyai keanekaragaman yang tinggi jika komunitas
tersebut disusun oleh banyak spesies (jenis) dengan kelimpahan spesies sama
atau hampir sama. Dari hasil perhitungan diatas dapat disimpulkan bahwa apabila keanekaragaman jenis suatu areal
rendah maka dominansi keanekaragaman jenis tergolong tinggi.
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Setelah dilakukan percobaan maka dapat disimpulkan
bahwa :
1.
Berdasarkan
indeks Shannon – Wiener, nilai
keanekaragaman jenis di Canopy adalah
1,283 yang menunjukkann tingkat keanekaragaman tergolong
rendah, sedangkan indeks Simpson
diperoleh Ds= 0,776 yang menunjukkan
bahwa dominansi dalam lingkungan Canopy tergolong tinggi.
2. Untuk
menentukan keanekaragaman jenis disuatu
komunitas digunakan Indeks Shannon - Wiener, sedangkan untuk menentukan dominansi suatu komunitas dapat digunaka
Indeks Simpson
V.2 Saran
Sebaiknya percobaan ini dilakukan pada areal yang lebih luas lagi.
DAFTAR
PUSTAKA
Campbell, N. A., J. B.
Reece, and L. A. Urry., 2008. BIOLOGI
Edisi kedelapan jilid 3. Erlangga,
Jakarta.
Krebs, C. J.,
1985. Ecology. The Experimental Analisys of Distribution and Abudance. Third Edition. Harper
& Raws Publishers. New York.
Michael, P.
E., 1994. Metode Ekologi untuk Penyelidikan Ladang dan
Laboratorium. Universitas Indonesia, Jakarta.
Odum, Eugene., 1993. Dasar-dasar Ekolog. Gadjah Mada
University press, Yogyakarta.
Resosoedarmo,
Soedjiran., 1990. Pengantar Ekologi. PT Remaja Rosdakarya, Jakarta.
Umar, M. R., 2012. Penuntun Praktikum Ekologi Umum.
Laboratorium Ilmu Lingkungan Kelautan. Universitas Hasanuddin, Makassar.
Wolf, L., 1992. Ekologi Umum. Gadjah
Mada University Press, Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar